Berkaitan dengan sejarah dan riset yang dilakukan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program franco-indonesian excavation, di daerah ini telah ada pemukiman sejak abad ke 11 sampai 12 (saat kerajaan sunda) jauh sebelum kesultanan Banten berdiri. Perkembangan pemukiman ini kemudian meluas dan bergeser kea rah Serang dan kea rah pantai salah satunya Bojonegara.
Perkembangan pada masa dahulu Desa Lambangsari mulanya hanya berupa hutan belukar atau rimba namun berangsur angsur datanglah masyarakat untuk membuka lahan perkebunan dan ladang berpindah pindah setelah hutan ditebang, mereka berladang kemudian ditanam pohon saawo, manga, randu, asem, kosambi dan jenis pohon serta rempah-rempah lainnya tetapi mereka tidak bermukim di tempat tersebut hanya menginap beberapa hari kemudian mereka pulang, kemudian datang lagi untuk menjenguk kebun mereka.
Setelah masa penjajahan Jepang berakhir barulah ada masyarakat yang bermukim di Lambangsari. Nama Lambangsari belum jelas asal usulnya dan siapa yang memberi nama tersebut. Ada sebagian masyarakat yang mengatakan adanya kebiasaan masyarakat yang membuat Lambangsari (kue/makanan) da nada pula yang memberi makna tersendiri bahwa Lambang merupakan ciri khas masyarakat yang menandakan kelurusan dan kejujuran. Sari bermakna sumber kehidupan yang memberi kesejukan kesuburan pada masyarakat. Ada pula yang mengatakan bahwa Lambangsari merupakan pangkat kehormatan yang tunggal yang diberikan kepada petuah (Buyut Kasepuhan) yang ada di Kampung Pengrango. Namun yang jelas sampai saat ini belum ada yang menemukan siapa nama petuah tersebut, termasuk juga asal usul nama Lambangsari secara pasti.
Pada tahun 1940 an masyarakat mulai bertambah dan bermukim di Lambangsari. Yaitu daerah Kampung Kerakal. Di situ awal mulanya kampong di wilayah Lambangsari. Desa Lambangsari terdiri dari tujukh kampong yaitu Kampung Kerakal, kampong Pengrango, Kampung Kubang Laban, Kampung Ciakar, Kampung Kubang Kepuh, Kampung Kendal, dan Kampung Kadong.
Karena Lambangsari dilintasi jalan utama dan lintas perkonomian mayarakat yang menghubungkan Kota Cilegon dan Kota Serang, perkembangan di Desa Lambangsari secara berangsur angsur bertambah pesat dan masyarakat bertambah banyak yang pindah dan datang di Desa Lambangsari sehingga perkembangan penduduk beraneka ragam.
Desa Lambangsari dahulu adalah bagian dari rukun keluarga (RK_ dari Kampung Kerakal ke kampung-kampung lainnya. Tahun 1970 menjadi RK sendiri yaitu RK 001 sampai RK 007 ketika itu mulai dibangun masjid di Kampung Kerakal dengan swadaya masyarakat dengan bergotong-royong yang diberi nama Masjid Jami’ At-Taqwa Kampung Kerakaldan dibangun pula sekolah dasar di kampung Kubang Laban yaitu SDN Kubang Laban.
Pada tahun 1985 dibangun madrasah swasta dan dibangun pula kantor Kepala Desa Lambangsari dan pada tahun 1990 RK berubah status menjadi rukun warga (RW) sebagai bagian dari Desa Lambangsari.
Jauh sebelum tahun 1945 kepala desa pertama ditunjuk masyarakat secara musyawarah dan mufakat. Saat itu yang pernah menjabat adalah Jaro Umar, Jaro Misai. Jauh sebelum isitilah jaro untuk memimpin Desa Lambangsari, dikenal dengan istilah “Kepala Kuwuh”. Setelah Indonesia merdeka diadakan pemilihan kepala desa definitive yang pertama dipilih secara demokratis dan terpilih Jaro Nawi (Asnawi) dengan Sekretaris Desa Karne dan pada saat itu kepala desa dikenal dengan isitilah Jaro. Pada akhir tahun 1965 diadakan pemilihan kepala desa definitif juga dan terpilih Husni sebagai kepala desa dengan sekretaris desa H Mustaal.
Adapun pejabat Kepala Desa Lambangsari mulai dari berdiri sampai sekarang sebagai berikut: